Pepatah Minangkabau: “Diamnya Orang Pandai, Tanda Dunia Akan Binasa"


 Bukit Tinggi - Sumbar,- 


Bak Seperti Raja dan Tuannya

Fathur Rizky menghubungi awak media menyebutkan, "Pemimpin yang seharusnya menjadi teladan justru berubah menjadi perusak sistem adalah pengkhianat amanah. Peraturan yang lahir dari musyawarah dan kesepakatan bukanlah hiasan, melainkan pagar agar organisasi berjalan sehat. Ketika pemimpin dengan sadar melanggarnya, maka ia sedang merobek-robek marwah organisasi demi kepentingan pribadi. Itu bukan kepemimpinan, itu kedzaliman yang dibungkus jabatan"..Jum'at.(22/08)


Ditambahkan,Namun yang lebih menyedihkan adalah sikap para senior yang memilih diam. Diam di hadapan ketidakadilan bukanlah netral, melainkan keberpihakan kepada pelanggar. Senior yang membiarkan aturan diinjak sama saja menyalakan api yang akan membakar generasi setelahnya. Sejarah mencatat, banyak peradaban runtuh bukan hanya karena pemimpin dzalim, tetapi juga karena orang bijak memilih bungkam.


Dilanjutkan via, Seorang pemimpin yang merusak sistem adalah penyakit, dan senior yang diam adalah pupuk yang membuat penyakit itu tumbuh subur. Jika keduanya dibiarkan, maka organisasi akan kehilangan ruh perjuangan, berubah menjadi sekadar arena perebutan kuasa tanpa nilai".



Pemimpin PMII yang Merusak Sistem dan Senior yang Diam

Pemimpin PMII yang melanggar AD/ART, NDP, PO Organisasi dan produk hukum PMII lainnya sesungguhnya sedang menusuk jantung organisasi dengan tangannya sendiri. Peraturan dan nilai dasar pergerakan bukanlah sekadar formalitas; itu adalah kompas yang menjaga arah gerak kaderisasi. Ketika seorang pemimpin berani merusaknya, ia sedang mengkhianati amanah para pendiri dan memandulkan proses kaderisasi. Itu bukan sikap kader mujahid, melainkan watak penguasa kecil yang haus jabatan".


Tidak sampai disitu, Fathur Rizky menuturkan, Lebih parahnya lagi, sikap senior yang memilih diam justru mengingatkan pada pepatah Minangkabau: “Diamnya orang pandai, tanda dunia akan binasa.” Bung Hatta pernah berkata bahwa “integritas lebih mahal daripada kekuasaan.” Tetapi kini, senior yang seharusnya menjadi penjaga nilai justru membiarkan integritas diinjak-injak".


Apakah kita lupa pada Tan Malaka yang rela hidup dalam pengasingan demi prinsip? Pada Sutan Syahrir yang menolak tunduk kepada rezim demi idealisme? Pada Haji Agus Salim yang mengajarkan bahwa ilmu dan moral harus lebih tinggi daripada kepentingan sesaat? Jika tokoh-tokoh besar Sumatera Barat berani melawan arus demi kebenaran, mengapa para senior PMII hari ini memilih nyaman dalam kebisuan?


Seorang pemimpin yang merusak aturan adalah pengkhianat, tetapi seorang senior yang diam adalah pengecut. PMII tidak lahir dari rahim kepengecutan, melainkan dari semangat keberanian intelektual dan moral. Maka, jika pemimpin terus merusak, dan senior terus bungkam, jangan salahkan sejarah bila kelak mencatat bahwa PMII mati bukan karena lawan dari luar, melainkan oleh pengkhianatan dari dalam. (r02)


Posting Komentar

0 Komentar